Pengertian cinta
Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang
kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat
baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.
Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan
manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih
sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan
apapun yang diinginkan objek tersebut.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga oleh Dr. Sarlito
W. Sarwono, dikatakan bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu: keterikatan.
Keintiman, dan kemesraan. Yang dimaksud dengan keterikatan adalah adanya
perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi
dengan orang lain kecuali dengan dia, kalau janji dengan dia harus ditepati.
Unsur yang kedua adalah keintiman yaitu adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah
laku yang menunjukan bahwa antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi.
Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu, saudara digantikan dengan
sekedar memanggil nama atau sebutan, sayang dan sebagainya.Makan minum dari
satu piring, cangkir tanpa rasa risi, pinjam meminjam baju, saling memakai uang
tanpa rasa berhutang, tidak saling menyimpan rahasia dan lain-lainya. Unsur
yang ketiga adalah kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai dan dibelai,
rasa kangen kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang
mengungkapkan rasa sayang,dan seterusnya.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah,
Rasulullah, dan berjihad dijalan Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta
kepada orang tua, anak, saudara, suami / istri dan kerabat. Cinta tingkat
terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta,
dan tempat tinggal.
Macam-macam cinta
Di antara para ulama
ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi
empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul
Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:
Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan
dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya.
Berfirman Allah:
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah
sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan
tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)
Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa
yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah
berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang
sangat.” (Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada diri sendiri, anak, keluarga, diri,
harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta
tabiat. Allahberfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam)
berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.”
(Yusuf: )
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai
dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka
berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih
cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah
atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.
Buah cinta.
Mengatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Ketahuilah bahwa
yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan
harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan
tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)
menyatakan: “Dasar tauhid Asy-Syaikh ‘Abdurrahman
As-Sa’diadalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan
landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan
hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba
kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)
Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain
Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan
boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.
Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau
sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas
haram.
Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan
kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya
haram.
Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini
diperbolehkan.
Courtesy based from:
- Wikipedia - Cinta
- Google Maps
Tidak ada komentar:
Posting Komentar